1. PERAN DAN PEMANFAATAN
KAPANG DALAM BIDANG
PANGAN
Dosen Pengampu :
1.Dr. Pramesti Dewi, M. Si.
2. Dr. Dewi Mustikaningtyas, S. Si., M. Si. Med
Nama Anggota :
Puspita Diana Arumawati
Fadhilatul Mufrihah
(0402522005)
(0402522006)
Nur Rohmah Tria Romadhoni (0402522016)
2. Kapang merupakan mikroorganisme yang
termasuk dalam anggota Kingdom Fungi.
Tubuhnya tersusun dari komponen dasar yang
disebut hifa yakni struktur menyerupai
benang. Organisme ini merupakan organisme
heterotrofik dan memerlukan senyawa organik
untuk kebutuhan nutrisinya.
Definisi Kapang
3. Berukuran lebih besar dari bakteri, lebar 1-5 µm,
panjang 5-30 µm
Mempunyai inti sel
Komponen utama dinding sel adalah zat kitin
Memproduksi spora
Tidak berklorofil, tidak dapat melakukan fotosintesis
Berkembang biak secara seksual dan aseksual
Dapat mensintesa protein dengan mengambil
sumber karbon dari karbohidrat (glukosa, sukrosa,
maltosa), sumber nitrogen dari bahan
organik/anorganik (amonium dan nitrat), dan mineral
dari substratnya
Multiseluler dan tubuhnya berupa filamen
Tubuh terdiri dari 2 bagian: miselium dan spora
Memiliki 2 macam hifa: hifa vegetatif untuk tumbuh dan
hifa fertil untuk reproduksi
Morfologi
6. 1. Kebutuhan Air : kurang dari 14-15%,
2. Suhu pertumbuhan : Suhu kamar 25-37°C
3. Kebutuhan oksigen dan pH : 2-8,5
4. Sumber nutrisi yakni bahan yang mengandung pati, pektin,
protein atau lipid.
5. Komponen penghambat : Pertumbuhan kapang biasanya
berjalan lambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan khamir
dan bakteri. Beberapa kapang mengeluarkan komponen yang
dapat menghambat organisme lain. Komponen tersebut disebut
antibiotik (penisilin diproduksi Penicillium chrysogenum dan
Penicillium notatum, clavasin diproduksi Aspergillus clavatus,
mikotoksin diproduksi Penicillium viridicatum, Penicillium
islandicum dll)
Sifat Fisiologi Kapang
13. 1
Penulis:
Marissa Widiyanti
Andri Cahyo Kumoro
Jurnal Reaktor 1
7 (2)
Halaman 81-88
Tahun 2017
Kinetika Detoksifikasi Umbi Gadung (Dioscorea hispida
dennst.) Secara Fermentasi dengan Kapang Mucor
racemosus
14. Mengandung senyawa antinutrisi seperti
dioskorin, histamin, saponin, dan
glukosida sianogenik
Kurang
diminati
Latar Belakang
Umbi gadung (Discorea hispida dennst.)
merupakan sumber pangan kaya karbohidrat.
15. Mengkaji pengaruh waktu
pada detoksifikasi irisan umbi
gadung dari senyawa sianida
melalui fermentasi dengan
menggunakan kapang Mucor
racemosus dan kinetikanya
Proses penghilangan sianida dalam umbi gadung secara fermentasi
menggunakan kapang Mucor racemosus berhasil dilakukan. Semakin
lama waktu fermentasi, maka kadar sianida dalam irisan umbi
gadung juga semakin rendah.
Tujuan
Metode
Fermentasi irisan umbi
gadung diambil setiap
jeda waktu 24 jam untuk
dianalisis kadar biomassa
dan sianidanya
Hasil
16. PROSES PENURUNAN SIANIDA PADA UMBI GADUNG OLEH KAPANG
Selama melakukan fermentasi, kapang menghasilkan enzim linamarase yang
mampu mengubah linamarin pada umbi gadung menjadi aseton dan asam sianida.
Linamarin adalah senyawa glikosida sianogenik yang terdapat dalam umbi gadung.
Linamarin sebenarnya tidak beracun, tetapi jika bereaksi dengan enzim linamarase
akan terhidrolisis menjadi glukosa dan asetonsianohidrin kemudian akan terurai
spontan menjadi aseton dan asam sianida.
Asam sianida dapat dihilangkan dengan mudah melalui penguapan , karena titik
didihnya 25,60
17. 2
Monascussp.Potensi Pigmen sebagai PengawetSederhana
dalam Bahan Makanan
Jurnal Biologi T
ropis 22 (3)
Halaman 781– 786
Tahun 2022
Penulis:
Wahyu Aji Mahardhika
Maulida Aqlinia
Delfiani Anggias Putri
Firda Sri Effendi
Vincentia Fenice
Angger Maherani
Sri Listiyowati
18. LATAR BELAKANG
WHOmengumumkan adanya penyakit sampai
kematian karena makanan yang tidak aman
yang dibuat dengan menggunakan bahan
sintetis
Memanfaatkan bahan alami yang dapat
digunakan sebagai antimikroba maupun
pewarna alami sebagai pengganti bahan
sintetis
19. Tujuan
Isolasi, fermentasi, purifikasi, dan
Menguji ketahanan pangan dan
potensi pigmen dari kapang
Monascus sp.
Metode
pemanenan pigmen pada kapang kemudian
melakukan uji ketahanan pangan dan
potensi pigmen
Hasil
Berdasarkan uji organoleptik dari tekstur, warna,
aroma, masa simpan, dan aroma ekstrak kasar
bahwa
sebagai
penggunaan pigmen
bahan pengawet
Monascus sp.
alami bisa
dimanfaatkan.
20. Mengapa Pigmen Monascus sp. Dapat Mengawetkan Bahan
Makanan?
Pigmen Monascus sp. dapat muncul dan diproduksi dalam bentuk terikat dengan
sel. Produk-produk tersebut mengandung metabolit sekunder yang bermanfaat,
seperti azaphilones.
Azaphilones merupakan pigmen cendawan yang memiliki aktivitas biologis
berupa penghambatan aktivitas bermacam enzim.
Aktivitas enzim ini mengarah ke sifat antimikroba, anti- human immunodeficiency-
virus, antitumor, anto-oksidan, anti-inflamasi, atau aktvfitas dari karakteristik
lainnya azaphilones ini disebabkan oleh reaksinya dengan senyawa yang
mengandung gugus amino, yaitu asam amino, protein atau asam nukleat.
Pigmen merah menekan pertumbuhan bakteri gram-positif tanpa efek negatif pada
kesehatan manusia.
22. 1
.
2.
Latar Belakang
Asam sitrat adalah salah satu asam organik penting
dalam kehidupan manusia, karena cukup banyak
digunakan dalam dunia industri.
Permintaan yang tinggi oleh banyak industri sehingga
produksi asam sitrat menjadi meningkat dan diproduksi
masal di seluruh dunia.
Banyak mikroba yang dapat membentuk asam sitrat
sebagai metabolit primer. Namun sampai saat ini, hanya
Aspergillus niger yang paling sering digunakan untuk
produksi asam sitrat
23. TUJUAN Hasil
Metode
proses fermentasi
Melakukan
dengan menambahkan
sebanyak 1
0% suspensi starter
steril secara aseptis
dalam masing-masing
Aspergillus wentii dalam air
ke
labu
yang
kulit
berisi
erlenmeyer
substrat
kemudian
singkong,
dilakukan
pengukuran asam sitrat dalam
sampel.
Melihat kemampuan
Aspergillus wentii dalam
menghasilkan asam sitrat
dengan menggunakan
kulit singkong sebagai
sumber karbohidrat
Aspergillus
menghasikan
wentii
asam
mampu
sitrat
melalui proses fermentasi
dengan penambahan substrat
limbah kulit singkong. Asam
banyak adalah
sitrat yang terbentuk paling
pada
fermentasi hari ke-6 sebanyak
0,31
2 %
.
24. 4 Peran Beberapa Galur Rhizopus microsporus yang Berasal dari
“ laru tradisional” dalam Menentukan Kualitas Tempe
Penulis:
T
ati Barus
Fransiska Maya
Anastasia Tatik Hartanti
Teknologi
Jurnal Aplikasi
Pangan 8 (1)
Halaman 17-22
Tahun 2019
25. Kualitas tempe ditentukan oleh mikroorganisme
yang berperan selama proses fermentasi berlangsung.
Mikroorganisme utama dalam fermentasi tempe adalah
Rhizopus sp. yang sekarang umumnya berasal dari
salah satu jenis laru komersial.
LATAR BELAKANG
keragaman Rhizopus sp. yang digunakan pada
fermentasi tempe mengalami penurunan.
TUJUAN
informasi tentang
microsporus dari laru
dalam menentukan
potensi
tradisional
kualitas
Mendapatkan
beberapa R.
(daun waru)
tempe.
METODE
Pembuatan tempe dengan masing-
masing spora yang berbeda
Uji organoleptik dan kandungan kimia
Empat galur R. microsporus
TB 32, R. microsporus
(R. microsporus TB 23, R.
TB
microsporus
51
, dan R.
microsporus TB 55) dipanen
26. HASIL
Tekstur, warna, dan komposisi
kimia T
empe TB 23, T
empe TB
TB 55 bersama
Tempe K
32, T
empe
dengan
memenuhi sebagian
syarat mutu tempe
dinilai
besar
yang
ditetapkan SNI 31
44:201
5.
TB 32, dan
TB
R. microsporus TB 23, R.
R.
55
microsporus
microsporus
memiliki potensi
dikembangkan sebagai
untuk
laru
komersial fermentasi tempe.
27. 5
Multidisciplinary Journal 2(1)
Halaman 24-30
Tahun 2019
Identifikasi Kontaminasi Aflatoksin pada Rempah-Rempah
yang Dijual di Sentra Pasar di Kabupaten Jember
Penulis:
Rina Fitriana,
FX. Ady Soesetijo,
Erma Sulistyaningsih
28. LATAR BELAKANG
Bahan pangan yang tersedia secara alami pada dasarnya
aman untuk dikonsumsi, namun sering kali dalam proses
pengelolaannya kurang tepat sehingga dapat
menghasilkan produk yang berbahaya bagi kesehatan.
Timbulnya masalah keamanan pangan tersebut dapat
disebabkan oleh adanya perubahan iklim. Iklim yang tidak
menentu dapat mendukung tumbuhnya mikroba yang dapat
mencemari produk pangan selama proses pengelolaan atau
pasca panen. Selain itu, penyimpanan dan proses
pengeringan yang tidak tepat dapat menyebabkan
peningkatan pertumbuhan spesies jamur Aspergillus dalam
bumbu dan rempah-rempah.
29. TUJUAN
Melakukan penelitian terkait dengan kontaminasi
aflatoksin pada rempah-rempah yang dijual di pasar
tradisional dan supermarket di Kabupaten Jember.
METODE
Jenis penelitian ini adalah desain analitik
eksperimental. Sampel bawang merah, kunyit, dan merica
diambil dari 3 pasar tradisional dan 3 supermarket yang
diambil dengan menggunakan teknik purposive random
sampling. Analisis aflatoksin menggunakan instrumen alat
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dan
dinyatakan dalam satuan per part billion (ppb).
30. HASIL
Hasil penelitian Widowati, et al (2017) menunjukkan bahwa dari semua sampel lada
bubuk yang diidentifikasi terkontaminasi jamur xerofilik, yaitu jamur Aspergillus
candidas, A. ochraceus, A. fumigatus, Eurotium herbariorum, A. tamarii, E.
Chevalieri, A. penicilloides, A. niger dan A. oryzae
Suhu dan kelembaban udara memiliki peran untuk jamur spesies Aspergillus dapat
memproduksi aflatoksin pada bahan pangan, khususnya rempah-rempah.
Berdasarkan hasil pengujian terhadap 18 sampel, merica dengan kode sampel C4
terdeteksi aflatoksin B1 paling tinggi sebanyak 45,35 ppb dan aflatoksin total
sebanyak 99,3 ppb, melebihi batas maksimum yang ditentukan oleh BPOM RI untuk
aflatoksin B1 sebanyak 15 ppb dan aflatoksin total sebanyak 20 ppb untuk rempah-
rempah dalam bentuk utuh dan bubuk.
31. ThankYou
Nama Anggota :
Puspita Diana Arumawati
Fadhilatul Mufrihah
(0402522005)
(0402522006)
Nur Rohmah Tria Romadhoni (0402522016)